PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1969
TENTANG
SUSUNAN DAN TATA KERJA KEPELABUHANAN DAN DAERAH PELAYARAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa masalah kepelabuhanan
merupakan faktor yang tidak terpisah dalam sistem ekonomi negara secara
keseluruhan, maka Institut Kepelabuhanan perlu disesuaikan dengan landasan baru
tentang kebijaksanaan umum dalam Ekonomi dan Keuangan;
b.
bahwa pelabuhan sebagai prasarana
ekonomi merupakan penunjang bagi perkembangan Industri, Perdagangan maupun Pelayaran,
oleh karenanya sistem pengelolaan perlu disesuaikan dengan fungsinya.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat 2 Undang-undang Dasar
1945;
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara Nomor XXIII/MPRS/1966;
3.
Undang-undang Pelayaran Indonesia
tahun 1936 (Stbl. 936 Nomor 700);
4.
Reglement-reglement tentang
pelabuhan dan tata-tertib bandar;
5.
Undang-undang Nomor 25 tahun 1968
(Lembaran Negara tahun 1968 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2879)
tentang pernyataan tidak berlakunya berbagai PENPRES dan PERPRES.
MEMUTUSKAN:
Dengan mencabut Peraturan Presiden Nomor 18
tahun 1964 (Lembaran Negara tahun 1964 Nomor 49) beserta semua
peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SUSUNAN DAN TATA
KEPELABUHAN DAN DAERAH PELAYARAN
BAB I
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan Pelabuhan: adalah lingkungan kerja dan tempat berlabuh bagi kapal-kapal
dan kendaraan air lainnya untuk menyelenggarakan bongkar-muat barang, hewan dan
penumpang; Pelabuhan yang diusahakan: adalah pelabuhan dalam pembinaan
Pemerintah yang sesuai kondisi, kemampuan dan perkembangan potensinya
diusahakan menurut asas-asas/hukum perusahaan atas ketetapan Menteri;
Pelabuhan yang tidak diusahakan: adalah
pelabuhan dalam pembinaan Pemerintah yang sesuai kondisi, kemampuan dan
perkembangan potensinya masih lebih menonjol sifat "overheidszorg"
dan atau yang belum ditetapkan sebagai pelabuhan yang diusahakan;
Pelabuhan otonom: adalah pelabuhan yang
diserahi wewenang untuk mengatur diri sendiri dengan suatu peraturan
perundangan tersendiri;
Pelabuhan khusus: adalah pelabuhan yang khusus
untuk melayani suatu kegiatan industri yang penyelenggaraannya dilakukan oleh
perusahaan yang bersangkutan;
Pelabuhan Laut dan Pelabuhan Pantai: adalah
pelabuhan sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Pelayaran Indonesia tahun
1936 dan Peraturan Perundang-undangan lainnya;
Administrator Pelabuhan: adalah pejabat yang
oleh Menteri ditetapkan sebagai pimpinan umum di pelabuhan-pelabuhan tertentu
yang diusahakan;
Kepala Pelabuhan: ialah pejabat yang oleh
Menteri ditetapkan sebagai pimpinan umum di pelabuhan-pelabuhan yang tidak
diusahakan dan di pelabuhan-pelabuhan tertentu yang diusahakan;
Menteri: adalah Menteri Perhubungan.
Pasal 2
Pelabuhan sebagai "terminal point"
untuk kapal laut serta kendaraan air lainnya, merupakan komponen
logistik-teknis yang tidak terpisahkan daripada penyelenggaraan angkutan laut.
Dalam fungsinya sebagai terminal point,
pelabuhan merupakan lingkungan kerja khusus yang penyelenggaraannya dan
pengusahaannya diwujudkan dalam bentuk penanggung jawab tunggal dan umum di
bawah Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 3
(1)
Pelabuhan meliputi:
a.
lingkungan kerja yang terdiri atas
luas perairan termasuk batas-batas perairan pelabuhan dan luas daratan untuk
keperluan terminal;
b.
lingkungan kepentingan pelabuhan.
(2)
Lingkungan kerja pelabuhan
meliputi segala fasilitas teknisnya yang memungkinkan pelaksanaan
penyelenggaraan angkatan laut maupun usaha-usaha terminal;
(3)
Lingkungan kepentingan pelabuhan
ialah lingkungan di sekeliling lingkungan kerja pelabuhan dimana penggunaan
tanah dan pembangunan gedung-gedung dan lain bangunan dilakukan setelah
mendapat persetujuan pejabat yang ditunjuk Menteri dan mendengar Menteri Dalam
Negeri atau pejabat-pejabat yang ditunjuknya. Demikian pula dimana perlu, maka
akan mencakup lingkungan untuk penyelenggaraan angkutan melalui sungai dan
terusan.
Pasal 4
Batas-batas lingkungan kerja pelabuhan dan
batas lingkungan kepentingan pelabuhan ialah sebagaimana diatur dalam
peraturan-peraturan yang ditetapkan untuk masing-masing pelabuhan oleh Menteri
setelah mendengar Menteri Dalam Negeri dan Gubernur/Kepala Daerah yang
bersangkutan.
Pasal 5
Menteri cq Direktur Jenderal Perhubungan Laut
membina dan mengarahkan penggunaan fasilitas-fasilitas kepelabuhanan untuk
kapal-kapal laut dan kendaraan air lainnya untuk keperluan:
a.
melabuh dan menambat kapal-kapal
guna embarkasi dan debarkasi penumpang, bongkar-muat barang, hewan dan
lain-lain;
b.
pemberian fasilitas untuk pelbagai
keperluan kapal;
c.
pemeriksaan-pemeriksaan bertalian
dengan peraturan-peraturan keselamatan dan tata-tertib pelayaran serta
tata-tertib bandar;
d.
penyaluran barang-barang untuk
masuk dan keluar pelabuhan;
e.
pemeriksaan-pemeriksaan bertalian
dengan peraturan-peraturan Instansi-instansi Pemerintah lainnya yang mempunyai
suatu tugas Pemerintahan terhadap lalu-lintas barang dan penumpang seperti
bea-cukai, kesehatan, pertanian, perdagangan dan lain-lain.
Pasal 6
Pembinaan dan pengusahaan pelabuhan sebagai
"terminal point" untuk kapal laut/kendaraan air lainnya meliputi:
a.
penyediaan alur-alur pelayaran dan
luas perairan untuk lalu-lintas pelayaran dan melabuh;
b.
penyediaan jasa-jasa yang
berhubungan dengan pemanduan kapal-kapal (pilotage) dan tata-tertib bandar;
c.
penyediaan jembatan untuk
bertambat, bongkar, muat dan lain-lain;
d.
penyediaan gudang-gudang dan
tempat-tempat penimbunan barang-barang;
e.
penyediaan tanah untuk pelbagai
bangunan, lapangan sehubungan dengan kepentingan pendistribusian barang;
f.
fasilitas bunkering, bahan bakar
dan air;
g.
jaring-jaring jalan dan jembatan,
saluran pembuangan air, saluran listrik, air minum, pemadam kebakaran dan lain-
lain;
h.
perencanaan dan perijinan
penggunaan tanah.
BAB II
KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 7
(1)
Menteri mengatur sepenuhnya segala
sesuatu yang bertalian dengan penyelenggaraan pelabuhan dan menunjuk seorang
pejabat yang memegang tanggung jawab dan pimpinan umum yaitu Administrator Pelabuhan
atau Kepala Pelabuhan;
(2)
Instansi-instansi pemerintahan di
pelabuhan yang menyelenggarakan suatu tugas pemerintahan terhadap lalu-lintas
pelayaran, barang dan penumpang, menjalankan tugasnya dengan mengindahkan
tata-tertib umum dan pengusahaan pelabuhan yang ditetapkan oleh Administrator
Pelabuhan atau Kepala Pelabuhan. Instansi-instansi tersebut secara hierarchies
fungsionil tetap berada di bawah pimpinan masing-masing Departemen.
Pasal 8
Administrator Pelabuhan atau Kepala Pelabuhan
mengadakan koordinasi kerja lateral dengan Pemerintah Daerah setempat yang
bersangkutan.
BAB III
FUNGSI DAN PENGGOLONGAN PELABUHAN
Pasal 9
Menteri menetapkan pembukaan
pelabuhan-pelabuhan dalam fungsi maupun penggolongannya untuk melayani
perdagangan internasional, nasional, regional, lokal dan keperluan khusus atas
pertimbangan dan saran-saran dari Menteri Perdagangan/Menteri Keuangan ataupun
Pemerintah Daerah.
Pasal 10
Persyaratan umum tentang pembangunan pelabuhan
khusus dan penggunaannya ditetapkan oleh Menteri.
BAB IV
ORGANISASI DAN PENGELOLAAN PELABUHAN
Pasal 11
1.
Pembinaan pelabuhan-pelabuhan yang
tersebar di seluruh Nusantara harus tersusun dalam sistem kepelabuhanan
nasional, yang dilaksanakan oleh Departemen Perhubungan;
2.
Komponen-komponen pelaksana utama
dalam pelabuhan adalah kesatuan-kesatuan organik Departemen
Perhubungan/Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, dilengkapi dengan
instansi-instansi Pemerintah lainnya yang mempunyai tugas terhadap lalu-lintas pelayaran,
penumpang dan barang;
3.
Penyusunan organisasi pembinaan
pelabuhan berasaskan penanggung jawab tunggal dan umum guna mewujudkan
pengintegrasian antara unsur-unsur pemberi jasa di satu pihak dan unsur-unsur
pengguna jasa di lain pihak;
4.
Susunan organisasi kepelabuhanan
disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi setempat.
Pasal 12
(1)
Pimpinan umum di
pelabuhan-pelabuhan tertentu yang diusahakan adalah Administrator Pelabuhan
dibantu oleh Badan Musyawarah Pelabuhan (B.M.P.);
(2)
Pimpinan umum di
pelabuhan-pelabuhan yang tidak diusahakan dan di pelabuhan-pelabuhan yang
diusahakan yang tidak termasuk ayat 1 pasal ini adalah Kepala Pelabuhan.
Pasal 13
Menteri mengangkat dan menetapkan
Administrator Pelabuhan dan Kepala Pelabuhan.
Pasal 14
Bagi pelabuhan-pelabuhan otonom,
penyelenggaraan pengelolaan dan organisasinya akan diatur dengan peraturan
tersendiri.
Pasal 15
(1)
Badan Musyawarah Pelabuhan (B.M.P.)
bertugas membantu mengadakan pemikiran terhadap masalah-masalah yang memerlukan
pemecahan bersama dalam pendayagunaan dan pengusahaan Pelabuhan;
(2)
Hasil musyawarah B.M.P. dalam
usahanya tersebut di atas, merupakan pedoman pelaksanaan bagi Administrasi Pelabuhan;
(3)
B.M.P. beranggotakan:
a.
Wakil-wakil Departemen yang secara
vertikal mempunyai tugas langsung dengan kegiatan kepelabuhanan setempat serta
Utusan dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan;
b.
Wakil-wakil dari organisasi swasta
dan badan-badan resmi yang mempunyai kegiatan usaha di pelabuhan setempat.
(4)
Anggota-anggota B.M.P. ditunjuk
oleh masing-masing instansi tersebut ayat (3) pasal ini dan diusulkan melalui
Administrator Pelabuhan untuk diangkat/ditetapkan oleh Menteri;
(5)
Menteri menetapkan Ketua B.M.P.
dengan berpedoman pada usul-usul hasil musyawarah dari para anggota B.M.P.
Pasal 16
Dalam menyelenggarakan keamanan di wilayah
pelabuhan kepada Administrator Pelabuhan/Kepala Pelabuhan diperbantukan
kesatuan-kesatuan dari instansi Hankam, yang taktis operasional berada di bawah
Administrator/Kepala Pelabuhan.
Pasal 17
Menteri bertanggung jawab terhadap pembinaan
kepelabuhanan khususnya mengenai aspek pendayagunaan dan perkembangan
pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.
Pasal 18
(1)
Pelabuhan-pelabuhan yang terletak
dalam satu atau beberapa Daerah tingkat I/Propinsi yang dipandang dari sudut
kepentingan pembinaan dan perkembangan pelayaran daerah merupakan suatu wilayah
kesatuan ekonomi, dikoordinir oleh Kepala Daerah Pelayaran yang bertugas sebagai
wakil Departemen Perhubungan;
(2)
Kepala Daerah Pelayaran dalam
menjalankan tugasnya untuk mengembangkan urusan pemerintahan berkenaan dengan
sektor perhubungan laut bekerja sama dengan Pemerintah Daerah bersangkutan dan
instansi-instansi Pemerintah lainnya;
(3)
Susunan dan jumlah pelabuhan-pelabuhan
serta tugas-tugas dari Kepala Daerah Pelayaran ditetapkan oleh Menteri.
BAB V
PEMBIAYAAN DAN PERTANGGUNGAN-JAWAB KEUANGAN
Pasal 19
(1)
Sumber pendapatan pelabuhan
berasal:
a.
pungutan atas jasa-jasa dan
fasilitas pelabuhan;
b.
anggaran Pemerintah;
c.
sumber-sumber lainnya.
(2)
Jasa-jasa dan fasilitas pelabuhan
yang boleh dipungut atau dikenakan kepada para pemakainya akan diatur dalam
peraturan tersendiri;
(3)
Sumber-sumber pendapatan tersebut
dalam ayat (1) sub c pasal ini akan diatur oleh Menteri.
Pasal 20
(1)
Pembiayaan dari
pelabuhan-pelabuhan diatur menurut kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
a.
yang sepenuhnya dibiayai oleh
Pemerintah (Pusat);
b.
yang dibiayai oleh Pemerintah
(Pusat) bersama dengan Daerah;
c.
yang dibiayai dari hasil pelabuhan
itu sendiri (otonom).
(2)
Menteri mengatur sistem pembiayaan
pelabuhan sesuai dengan kemungkinan tersebut ayat (1) di atas.
Pasal 21
(1)
Pertanggungan-jawab keuangan bagi
pelabuhan-pelabuhan yang diusahakan diatur menurut ketentuan-ketentuan I.B.W.
dan atau menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
(2)
Pertanggungan jawab keuangan bagi
pelabuhan-pelabuhan yang tidak diusahakan diatur menurut ketentuan-ketentuan
I.C.W.
BAB VI
KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22
Susunan organisasi dan pengelolaan
(management) pelabuhan yang ada pada saat ini harus disesuaikan dengan
ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 90 hari sejak ditetapkannya.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini, akan diatur kemudian oleh Menteri.
Pasal 24
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
hari ditetapkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini, dengan penempatan dalam Lembaran-Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 18 Januari 1969
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO.
Jenderal
T.N.I.
Diundangkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 18 Januari 1969
SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ALAMSJAH.
Mayor
Jenderal T.N.I.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar