Senin, 17 Agustus 2015

Sejarah Pembangunan Batam

Batam adalah salah satu pulau dalam gugusan Kepri. Batam merupakan sebuah pulau di antara 329 pulau yang terletak antara Selat Malaka dan Singapura yang secara keseluruhan membentuk wilayah Batam. Karena langkanya catatan tertulis dari pulau ini, maka hanya ada satu literatur yang menyebut nama Batam, yaitu Traktat London yang mengatur pembagian wilayah kekuasaan antara Belanda dan Inggris. Namun, menurut para pesiar dari China, pulau ini sudah dihuni sejak 231 M ketika Singapura masih disebut Pulau Ujung.

Sebelum  mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat, Batam merupakan sebuah pulau kosong berupa hutan belantara yang nyaris tanpa denyut kehidupan. Namun, terdapat beberapa kelompok penduduk yang lebih dahulu mendiami pulau ini. Mereka berprofesi sebagai penangkap ikan dan bercocok tanam. Mereka sama sekali tidak banyak terlibat dalam mengubah bentuk fisik pulau ini yang merupakan hamparan hutan belantara.

Pada tahun 1970-an Batam mulai dikembangkan sebagai basis logistik dan operasional untuk industri minyak dan gas bumi oleh Pertamina. Kemudian berdasarkan Kepres No. 41 tahun 1973, pembangunan Batam dipercayakan kepada lembaga pemerintah yang bernama Otorita Pengembangan Industri Pulau Batam atau sekarang dikenal dengan Badan Pengusahaan Batam (BP Batam). Dalam rangka melaksanakan visi dan misi untuk mengembangkan Batam, maka dibangun berbagai insfrastruktur modern yang berstandar internasional serta berbagai fasilitas lainnya, sehingga diharapkan mampu bersaing dengan kawasan serupa di Asia Pasifik.

Perkembangan Kota Batam sejak awal pembangunannya pada tahun 1968 hingga saat ini, secara garis besar dapat dibagi menjadi 6 periode. Pada masing-masing periode tersebut telah ditetapkan arah kebijakan pembangunannya. Ringkasan dari tiap periode sebagaimana rincian di bawah ini.
  1. Pada Tahun1968 PN. Pertamina menjadikan Pulau Batam sebagai pangkalan logistik dan operasional yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai. Pemilihan lokasi tersebut sangat beralasan, mengingat lokasi ini sangat berdekatan dengan Singapura (kurang lebih 20 Km).
  2. Periode Pembangunan Kota Batam secara nyata dimulai sejak tahun1970-an sebagai tahap persiapan yang dipimpin oleh DR. Ibnu Sutowo sesuai dengan Keppres 65/1970 yang diterbitkan pada tanggal 19 oktober 1970.
  3. Akibat terjadinya krisis di Pertamina maka pada tahun 1976berdasarkan Keppres 60/M/76 kepemimpinan Pulau Batam dialihkan kepada Menteri Penertiban Aparatur Pembangunan yang pada waktu itu dijabat oleh JB. Sumarlin. Pada jaman kepemimpinan JB Sumarlin ini dikenal dengan periode Konsolidasi. Pembangunan di Batam pada saat itu sama sekali tidak mengalami perkembangan, karena minyak bumi yang pada Tahun 1970 merupakan primadona pasar dunia dan andalan Indonesia, pada Tahun1976 tersebut tidak lagi bisa diandalkan.
  4. Pada Tahun1978, tiga bulan sebelum menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi, Presiden Soeharto menugaskan BJ Habibie memimpin perencanaan dan pengelolaan Batam. Periode KepemimpinanHabibie ini berlangsung sejak 1978 sampai dengan 1998. Periode ini dikenal dengan Periode Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal.
  5. Terhitung sejak Juli 1998 sampai dengan April 2005, kepemimpinan Batam dipegang oleh Ismeth Abdullah. Periode ini merupakan Pengembangan Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan Dengan Perhatian Lebih Besar Pada Kesejahteraan Rakyat dan Perbaikan Iklim Investasi.
  6. Terhitung sejak April 2005 Pulau Batam berada di bawah kepemimpinan Mustofa Widjaya dengan mengarahkanPengembangan Batam, dengan Penekanan pada Peningkatan Sarana & Prasarana, Penanaman Modal serta Kualitas Lingkungan Hidup.
PERIODE PEMBANGUNAN KOTA BATAM (1968 - SEKARANG) 
TAHUN
PERIODE
1968Batam sebagai pangkalan logistik PN.Pertamina
1970-1976Periode Persiapan
Pemimpin : Ibnu Sutowo
1976-1978Periode Konsolidasi
Pemimpin : JB. Sumarlin
1978-1998Periode Pembangunan Prasarana & Penanaman Modal
Pemimpin : BJ. Habibie
1998- 2005Periode Pengembangan Pembangunan Prasarana & Penanaman Modal
Pemimpin : Ismeth Abdullah
2005 � sekarang
Periode Peningkatan sarana & Prasarana, Penanaman Modal serta Kualitas Lingkungan hidup
Pemimpin : Mustofa Widjaya
 



Beberapa tahun belakangan ini telah digulirkan penerapan Free Trade Zone Batam (FTZ Batam), Bintan, dan Karimun yang mengacu pada UU No 36 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan kemudian dirubah beberapa kali melalui PERPU, sehingga di undangkan menjadi UU no 44 tahun 2007. Ada juga Undang-Undang 36 tahun 2000 Tentang " Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2000 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang Undang serta masih banyak Undang-Undang lainnya yang berkaitan dengan FTZ Batam. Kemudian di saat masa akhir jabatan anggota DPR Pusat tahun 2009, bersama dengan pemerintah pusat saat ini sedang membahas mengenai UU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang akan memayungi pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus di daerah Batam dan daerah lainnya di Indonesia.

Berbagai kemajuan telah banyak dicapai selama ini, seperti tersediannya berbagai lapangan usaha yang mampu menampung angkatan kerja yang berasal hampir dari seluruh daerah di tanah air. Begitu juga dengan jumlah penerimaan daerah maupun pusat dari waktu ke waktu terus meningkat. Hal ini tidak lain karena semakin maraknya kegiatan industri, perdagangan, alih kapal, dan pariwisata. Namun, sebagai daerah yang berkembang pesat, Batam juga tidak luput dari masalah. Untuk itulah, dilakukan penyempurnaan pengembangan Pulau Batam agar dapat melengkapi kekurangan yang ada.

Kamis, 06 Agustus 2015

Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K 3 ) Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan ( DLKr )



1.       Pengertian-Pengertian :
a.       Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K 3 ) Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan ( DLKr ) adalah Keselamatan dan Kesehatan  kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya ( hazard ) dan resiko ( risk ) terjadinya penyakit dan kecelakaan , maupun kerugian-kerugian lainnya yang mungkin terjadi di Daerah lingkungan kerja Pelabuhan ( DLKr ).
b.      Keselamatan kerja adalah Ilmu dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja ,bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan asset perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyedia alat Pelindung Diri ( APD ) Perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang manusiawi.
               Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
1.       Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja
2.       Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
3.       Teliti dalam bekerja
4.       Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.

c.       Kesehatan Kerja adalah Suatu kondisi Kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun social, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.
d.      Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan ( DLKr ) menurut  PP No. 1 Th. 1969 memuat definisi sebagai berikut: Lingkungan kerja terdiri atas luas perairan termasuk batas-batas perairan pelabuhan dan luas daratan untuk keperluan terminal [yang] meliputi segala fasilitas teknisnya yang memungkinkan pelaksanaan penyelenggaraan angkutan laut maupun usaha-usaha terminal.
e.      Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K 3 ) adalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan factor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja termasuk pekerja kontrak dan kontraktor, tamu atau orang lain ditempat kerja.
f.        Kecelakaan Kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda pada saat melakukan aktifitas ditempat kerja.

TARIF JASA PELABUHAN

TARIF JASA PELABUHAN
1.    PENGERTIAN TARIF
    Tarif adalah harga jasa dari setiap jenis pelayanan yang terdapat didalam pelabuhan (port pricing) .
Tarif jasa pelabuhan terjadi karena ada pihak yang memberikan/ menyediakan pelayanan (oleh penyelenggara pelabuhan) oleh sebab itu tariff harus jelas besarannya, jenis pelayanan yang diberikan/ disediakan dan bagaimana pemberlakuannya.
Dalam penetapan besaran tariff, biasanya didasarkan pada seberapa besar produksi telah/ akan dibentuk, sehingga perlu mempertimbangkan beberpa prinisp pokok untuk dijadikan dasar sebagai kerangka pengutan kepadan pengguna jasa.

2.    ASPEK LEGALITAS
a. UUD 1945
Termaktub dalam pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi : “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasasi oleh Negara “
Bidang jasa sector transportasi termasuk pelabuhan dapat digolongkan sebagai salah satu cabang produksi yang penting bagi Negara dan mneguasai hajat hidup orang banyak, karena merupakankebutuhan masyarakat luas sebagai sarana memperlancar arus barang dan jasa, serta meningkatkan mobilitas manusia ke seluruh wilayah sehingga berfungsi strategis.  Sesuai maksud tersebut, pemerintah berfungsi mengatur tentang pembiaan dan penyelenggaraan angkutan dan terminal atau jasa kepelabuhanan termasuk pengaturan system pentarifan.

b.    GBHN
Amanat GBHN tahun 1973 menyatakan bahwa, tujuan pembangunan Perhubungan diarahkan kepada Sistem Transportasi Nasional yang andal, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara tertib, lancar, aman, nyaman dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang & jasa, mendukung pada distribusi nasional,, serta mendukung pengembangan wilayah dan peningkatan hubungan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara.

c.    Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Bahwa ketentuan mengenai pentarifan :
“ Ketentuan mengenai jenis, struktur dan golongan tariff jasa elabuhan yang diberikan di pelabuhan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”
Dalam pelaksanaanya berbunyi  :
“ Dengan berdasarkan pada jenis, struktur dan golongan tariff yang ditetapkan oleh pemerintah, penyelenggara pelabuhanmenetapan tariff dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan untuk kelangsungan dan penyeimbangan usaha pelabuhan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan kepentingan pengguna jasa pelabuhan “

1.    JENIS, STRUKTUR DAN GOLONGAN TARIF
a.    Jenis Tarif
Jenis tariff pelayanan jasa kepelabuhanan dikelompokan menjadi  :
1)    Tarif Pelayanan Jasa Kapal  :
a)    Tarif jasa labuh
b)    Tarif jasa tambat
c)    Tarif jasa pemanduan, dan
d)    Tarif jasa penundaan

2)    Tarif Pelayanan Jasa Barang :
a)    Tarif jasa dermaga
b)    Tarif jasa penumpukan

3)    Tarif Pelayanan Jasa Alat :
a)    Tarif jasa penggunaan alat-alat mekanis
b)    Tarif jas penggunaan alat-alat non mekanik

4)    Tarif Pelayanan Jasa Rupa-rupa :
a)    Tarif pelayanan terminal penumpang
b)    Tarif tanda masuk (pas) orang dan kenderaan
c)    Tarif listrik
d)    Tarif persewaan tanah
e)    Tarif persewaan ruangan
f)     Tarif persewaan peraiaran pelabuhan
g)    Tarif pelayanan air bersih
h)    Tarif pelayanan telepon’
i)      Tariff pelayanan lainnya sesuai dengan jasa yang diberikan oleh Badan Usaha Pelabuhan.

b.    Struktur Tarif
1)    Pngertian struktur tariff, adalah
Struktur tariff pelayanan jasa kepelabuhanan merupakan kerangka perhitungan biaya pokok dikaitkan dengan tatanan waktu dan satuan ukuran atas pengenaan tariff setiap pelayanan yang diberikan.

2)    Pengertian Biaya Pokok, adalah
Biaya pokok setiap jenis jasa kepelabuhanan merupakan hasil pembagian antara total biaya dengan produksi pada tingkat normal, meliputi  :
a)    Biaya Operasi langsung
b)    Biaya Operasi Tidak langsung
c)    Viaya Penunjang Operasi, dan
d)    Biaya Pengelolaan
   Biaya sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak   
   tetap (variable)

3)    Pengertian tatanan waktu dan satuan pelayanan adalah  :

No

Jenis Pelayanan

Tatanan Waktu &
Satuan Ukuran

CONTOH
Dasar Pembedaan Tarif

1











































2


Pelayanan terhadap kapal :
a.     Jasa Labuh











b.    Jasa Pandu







c.     Jasa Tunda









d.    Jasa Tambat












Pelayanan terhadap Barang dan Penumpang

a.     Jasa Dermaga







b.    Jasa Penumpukan















c.     Jasa Penum-pang per
d.    orang/ Pas Pelabuhan




GRT/ 10 hari











GRT/ Kapal







GRT/ Jam









GRT/ Etmal
















Ton / M3

Ton / M3
Ekor


Per Box


Ton/ M3 (barang umum)






Box/hari (petikemas)








Lembar



·         Ukuran kapal (GRT)
·         Kapal niaga dan bukan niaga
·         Untuk beberapa kunjungan dalam 10 hari
·         Kapal pelayaran dalam negeri dan luar negeri
·         Khusus :
-       Bebas (kapal Perang RI, kapal Negara, navigasi)
-       Keringanan (missal floating repair terkenan 75%)

·         Klasifikasi kapal (GRT)
·         Kelompok pelabuhan
·         Kapal LNG, LPG, Condensate
·         Khusus :
-       Bebas (kapal Rumah Sakit, kapal Perang RI)

·         Klasifikasi ukuran kapal (GRT dan waktu)
·         Lokasi Tunda (dalam daerah perairan) pelabuhan atau luar pelabuhan
·         Sifat pekerjaan (keadaan menggandeng/menunda kapal isi atau keadaan menggandeng menunda kapal kosong)

·         Ukuran kapal (GRT)
·         Masa/waktu tambat (1/4 etmal, ½ etmal, ¾ etmal, 1 etmal = 24 jam)
·         Jenis dermaga (beton, besi/kayu, pelampung, breasting/dolphin dan pinggiran)
·         Kapal pelayaran dalam negeri, luar negeri)
·         Batas waktu, bila melebihi waktu
·         Posisi tambat (tambat lampung)
·         Jenis kapal (Ferry/Roro)






·         Barang (ekspor, impor, antar pulau)
·         Barang BULOG, transshipment
·         Jenis (hewan besar kerbau dan sejenisnya, hewan kecil kambing dan sejenisnya)
·         Ukuran (petikemas 20’ atau diatasnya)

·         Tempat (gudangbtertutup, gudang terbuka/lapangan, penyimpanan hewan)
·         Lokasi (Lini I, Lini II)
·         Masa/ waktu (masa I, masa II, masa III)
·         Jenis sifat (barang umum, transshipment)
·         Ukuran petikemas 20’ dan diatas 20’
·         Jenis/status (kosong, isi, over height, over weight, over length)
·         Khusus :
-       Bebas
-       Likasi (Pel. Utama & Cargo)
-       Jenis (harian, bulanan, tahunan)

·         Jenis Kelas Terminal A, B dan C
·         Tempat (penumpang, pengantar/penjemput)




c.    Golongan Tarif
1)    Tarif yang berlaku di pelabuhan yang diselenggarakan oleh pemerintah
2)    Tariff yang berlaku di pelabuhan yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan (dalam hal ini PT Pelabuhan Indonesia (Persero), meliputi  :
a)    Pelabuhan Utama (pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, tanjung Perak dan Makassar)
b)    Pelabuhan lainnya

2.    KEBIJAKAN PENTARIFAN
a.    Peraturan yang berlaku  :
1)    INPRES Nomor 4 Tahun 1985
Arah kebijaksanaan INPRES Nomor 4 Tahun 1985 dijabarkan lebih lanjut melalui SK Menhub dan SKB beberapa Menteri yang terkait.

Arah kebijaksanaan tersebut menyangkut masalah  :
a)    Tatalaksana angkutan barang antar pulau
b)    Biaya pelabuhan
c)    Biaya angkutan laut antar pulau
d)    Tatalaksana bongkar muat
e)    Ongkos pelabuhan muatan dan ongkos pelabuhantujuan
f)     Penguusan barang dan dokumen angkutan ;aut serta angkutan darat
g)    Keagenan Umum

b.    INPRES Nomor 3 Tahun 1991
INSTRUKSI Presiden Nomor 3 tahun 1991 antara lain berisi sebagai berikut  :
1)    Tarif jasa pelabuhan
Tariff jasa pelabuhan ditetapkan sebagai berikut :
     a)   Tariff jasa labuh, jasa pandu, jasa tunda, jasa tambat dan jasa pelayanan air,
bagi kapal pelayaran luar negeri berbendera Indonesia dan berbendera Asing diberlakukan sama.
                  b)  Tarif jasa pandu dihitung atas dasar GRT (Gross Registered Ton)
c)   Tarif jasa tunda dihitung atas dasar GRT per jam.
d)   Struktur tariff jasa dermaga ditata kembali
e)   Besarnya tariff jasa penumpukan dan masa penumpukan di pelabuhan ditata  kembali dengan memperhatikan kepentingan penyedia jasa, pepngguna jasa dan kepentingan umum.

2)    Tarif Angkutan Laut Antar Pulau
Tarif angkutan laut barang antar pulau ditetapkan oleh penyedia jasa berdasarkan kesepakatan bersama dengan pengguna jasa.
3)    Tatalaksana bongkar muat barang (cargo handling)
Untuk mengrangi biaya bongkar muat barang yang meliputi stevedoring,   cargodoring, receiving dan delivery diambil langkah-langkah sebagai berikut  :
(a)  egiatan bongkar muat barang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan untuk tujuan tersebut (PBM).
(b)  Pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dilakukan dalam 3 (tiga) gilir kerja (shift)
Giliran kerja I                     08.00 – 16.00
Gilir kerja II                        16.00 – 24.00
Gilir kerja II                        24.00 – 08.00

4)    Tarif Jasa Bongkar MuatI
(a)  Tarif jasa bongkar muat barang umum (general cargo) ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara penyedia jasa dengan pengguna jasa dengan berpedoman pada cara perhitungan yang ditetapkan oleh pemerintah.
(b)  Besarnya upah tenaga kerja bongkar muat ditetapkan kesepakatan bersama antara perusahaan bongkar muat/ penyedia jasa dengan tenaga kerja bongkar muat dengan berpedoman pada cara perhitungan yang ditetapkan oleh pemerintah.
5)    Kebijakan umum pemerintah/ menteri perhubungan mengenai penetapan besaran tariff adalah  :
6)    Penetapan tariff dimaksudkan untuk mendorong terciptanya penggunaan prasarana dan sarana perhubungan secara maksimal dan efekif.
7)    Pemerintah menetapkan tariff jasa perhubungan demi menjamin kelangsungan penyelenggaraan perhubungan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan pengaruhnya terhadap harga produksi serta terjaminnya tingkat keselamatan.
8)    Pada prinsipnya tariff yang dipungut atas pelayanan jasa yang diberikan adalah untuk memperoleh kembali investasi yang telah dikeluarkan.

c.    Arah kebijakan Menteri Perhubungan delam RKM tentang Jenis dan Struktur Tarif Jasa Kepelabuhanan pada pelabuhan laut yang diusahakan, bahwa besaran tariff jasa kepelabuhanan ditetapkan dengan memperhatikan  :
1)    Kepentingan pelayanan umum
2)    Kepentingan pemakai jasa
3)    Mendorong kelancaran
4)    Pengembalian biaya
5)    Pengembangan usaha

3.    FILOSOFI DAN FUNGSI TARIF
a.    Filosofi Tarif
1)    Tarif jasa kepelabuhanan merupakan harga dari pelayanan jasa yang diberikan kepada pengguna jasa dengan memperhatikan daya beli, segmentasi pasar serta kemampuan memproduksi jasa kepelabuhanan secara efisien dan berkesinambungan.
2)    Tarif jasa kepelabuhanan harus dapat menutup seluruh biaya (cost recovery)
3)    Tarif jasa kepelabuhanan dengan memperhitungkan costvrecovery ditambah keuntungan yang wajar agar mampu mengembalikan investasi sehingga dapat menumbuh kembangkan perusahaan.
4)    Tarif jasa kepelabuhanan harus mampu mendorong peningkatan pelayanan dan produktivitas pelabuhan.
5)    Tarif jasa kepelabuhanan harus dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dan mengantisipasi globalisasi serta mampu mendorong persaingan perdagangan yang semakin ketat.
b.    Fungsi Tarif
1)    Tarif jasa kepelabuhanan merupakan jantung bagi kelangsungan hidup pengusahaan pelabuhan.
2)    Tarif jasa kepelabuhanan berfungsi sebagai alat pengendali untuk menjamin dan mendorong penggunaan sumber daya secara optimal.
3)    Tarif jasa kepelabuhanan sebagai alat menajemen untuk pengendalian operasional dan pengembangan usaha pengusahaan pelabuhan.
4)    Tarif jasa kepelabuhanan berfungsi menjamin pengguna jasa untuk mendapatkan pelayanan dan kepastian usaha

4.    POLA PERHITUNGAN TARIF
a.    Dasar Penentuan Tarif
1)    Prinsip penetapan tariff harus konsisten dengan visi perusahaan (corporate vision) dan tujuan umum perusahaan (corporate objective) sesuai yang termaksud pada rencana jangka panjang perusahaan (corporate plan)

2)    Tarif sebagai pungutan terkait dengan kondisi pasar, dimana tariff jasa kepelabuhanan merupakan bagian/ unsur transortasi yang pada gilirannya merupakan pembentuk biaya pokok (harga jual) barang yang harus ditanggung oleh konsumen akhir (end cpnsumer)

b.    Pendekatan dalam perhitungan tariff
1)    Pendekatan financial
a)    Untuk menjamin kelangsungan hidup dan pengembangan usaha pelabuhan, tariff harus dapat menutup pengembalian fasilitas/ peralatan (replacement cost) dengan memperhitungkan nilai uang sekarang (present value of money) waktu penyusutan dan bunga bank.
b)    Alokasi setipa rupiah yang dikeluarkan ke dalam perhitungan biaya pokok secara realistis perlu penetapan pola pembebanan biaya dan penggunaan metode akutansi biaya yang relevan dan tepat.

2)    Pendekatan sosio-ekonomi
Dapat dilakukan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut  :
a)    Memperhatikan manfaat yang sudah dicapai masyarakat dan sector lain, kemampuan daya beli masyarakat, persaingan regional antar pelabuhan dan pertimbangan kondisi ekonomi daerah.
b)    Menjamin dan mendorong penggunaan sumber daya manusia secara maksimal.
c)    Mengembangkan distribusi pemasaran dengan mempercepat lalu lintas arus barang di pelabuhan.

3)    Pendekatan operasional
Untuk menunjang peningkatan pelayanan jasa kepelabuhanan/ angkutan laut, efisien dan produktivitas pelabuhan, perlu diwujudkan tariff sesuai kemampuan segmentasi pasar disertai penerapan system reward dan penalty

b.    Pola perhitungan biaya pokok
1)    Biaya pokok jasa kepelabuhanan merupakan hasil pembagian antara total biaya dengan produksi pada tingkat normal, dengan struktur biaya meliputi  :
a)    Biaya Operasi Langsung (BOL)
b)    Biaya Operasi Tidak Langsung (BOTL)
c)    Biaya Penunjang Operasi (BPO)
d)    Biaya Pengelolaan Kantor Pusat (BPKP)
Sedangkan jenis biaya terdiri dari  :
a)    Biaya pegawai terdiri dari biaya pembayaran gaji, tunjangan, lembur, uang muka dan lain-lain.
b)    Biaya bahan terdiri dari bahan bakar/ pelumas/ makanan/ medis/ pas pelabuhan/ pemadam kebakaran, air, listrik, telepon, obat-obatan, perlengkapan, relokasi aktiva tetap dan lain-lain.
c)    Biaya penyusutan terdiri dari biaya penyusutan bangunan/alat/ instalasi pelabuhan, jalan dan bangunan, peralatan, kenderaan, emplasemen, amortisasi dan lain-lain.
d)    Biaya asuransi terdiri dari biaya asuransi bangunan/alat/instalasi fasilitas pelabuhan, jalan dan bangunan, peralatan, kenderaan, emplasemen, kecelakaan kerja dan lain-lain.
e)    Biaya pemeliharaan terdiri dari biaya untuk pemeliharaan bangunan/alat/instalasi fasilitas pelabuhan, jalan dan bangunan, peralatan, kenderaan, emplasemen, tanah dan lain-lain.
f)     Biaya sewa terdiri dari bangunan/alat/instalasi fasilitas pelabuhan, jalan dan bangunan, peralatan, kenderaan, emplasemen, tanah, upah buruh/ tenaga kerja dan lain-lain.
g)    Biaya administrasi terdiri dari biaya untuk perjalanan dinas, pajak kendaraan, pesangon, ganti rugi, perawatan kesehatan, pakaian dinas, pajak bumi dan bangunan dan lain-lain.
Daftar fasilitas yang digunakan untuk menghitung biaya pokok pelayanan jasa pelabuhan, meliputi  :
a)    Jas Labuh, diperlukan penahan gelombang, kolam pelabuhan dan fasilitas penampung limbah.
b)    Jasa Tambat, diperlukan Dermaga, pelampung dan kepil.
c)    Jasa Pandu, diperlukan kapal pandu, stasiun pandu dan alat komunikasi.
d)    Jasa Penundaan, diperlukan kapal tunda dan alat komunikasi.
e)    Jasa Dermaga, diperlukan dermaga.
f)     Jas Penumpukan, diperlukan lapangan penumpukan dan gudang penumpukan.
g)    Pas Masuk Pelabuhan, diperlukan halaman, lapangan parker, jalan, pagar dan roil.
h)    Bongkar Muat Petikemas, diperlukan Container Crane, Transtainer, Head Truck, Chasis,  Forklift, Top Loader atau sejenisnya.

BAGAN ARUS PERHITUNGAN
BIAYA POKOK JASA PELAYANAN PELABUHAN

JENIS JASA (SEGMEN USAHA)


·          LABUH
·          TAMBAT
·          DERMAGA
·          PANDU
·          TUNDA
·          GUDANG
·          LAPANGAN PENUMP
·          ALAT-ALAT
·          TANAH
·          BANGUNAN
·          AIR
·          LISTRIK
·          RUPA-RUPA

 








2)    Dasar perhitungan alokasi biaya  :

a)        Alokasi BOTL  :

    PENDAPATAN KOTOR PER SEGMEN USAHA                X  BOTL
    TOTAL PENDP KOTOR SEGMEN USAHA YG TERKAIT

b)        Alokasi BPO  :

    PENDAPATAN KOTOR PER SEGMEN USAHA  X BPO
    TOTAL PENDAPATAN KOTOR (CABANG)

c)        Alokasi BPKP  :

    Tahap I
    PENDAPATAN KOTOR (CABANG)   X  BPKP                           =  Y
    PENDAPATAN KOTOR (PUSAT)
   
    Tahap II
    PENDAPATAN KOTOR PER SEGMEN USAHA  X  Y
    PENDAPATAN KOTOR (CABANG)


3)    Contoh Perhitungan Biaya Pokok Jasa Tambat

NO

U R A I A N
BIAYA TETAP
BIAYA VARIABEL
TOTAL BIAYA

1










2










3










4












Biaya Operasi Langsung (BOL)
a.     Biaya Pegawai
b.    Biaya Bahan
c.     Biaya Pemelihraan
d.    Biaya Penyusutan
e.     Biaya Asuransi
f.     Biaya Sewa
g.    Biaya Administrasi Kantor
h.     Biaya Umum
Jumlah 1

Biaya Operasi Tidak Langsung (BOTL)
a.     Biaya Pegawai
b.    Biaya Bahan
c.     Biaya Pemelihraan
d.    Biaya Penyusutan
e.     Biaya Asuransi
f.     Biaya Sewa
g.    Biaya Administrasi Kantor
h.     Biaya Umum
Jumlah 2

Biaya Penunjang Operasi
a.     Biaya Pegawai
b.    Biaya Bahan
c.     Biaya Pemelihraan
d.    Biaya Penyusutan
e.     Biaya Asuransi
f.     Biaya Sewa
g.    Biaya Administrasi Kantor
h.     Biaya Umum
Jumlah 3

Biaya Pengelolaan Kantor Pusat
a.     Biaya Pegawai
b.    Biaya Bahan
c.     Biaya Pemelihraan
d.    Biaya Penyusutan
e.     Biaya Asuransi
f.     Biaya Sewa
g.    Biaya Administrasi Kantor
h.     Biaya Umum
Jumlah 4



Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx


Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx


Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx


Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx



Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx


Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx


Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx


Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx




Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx


Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx


Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx


Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx


5.    EVALUASI TARIF YANG BERLSKU DENGAN BIAYA POKOK
a.    Pelabuhan Utama
Pada umumnya tariff jasa pelabuhan yang berlaku masih dapat menutup biaya pokok nilai actual, namun belum dapat menutup biaya pokok nilai ganti.  Hal ini mencerminkan bahwa tariff jasa yang berlaku belum dapat menutupi kebutuhan investasi.

b.    Pelabuhan Lainnya
Pada umumnya tariff jasa pelabuhan yang berlaku masih dapat menutup biaya pokok nilai actual, namun belum dapat menutup biaya pokok nilai ganti.  Hal ini mencerminkan bahwa tariff jasa yang berlaku belum dapat menutupi kebutuhan eksploitasi maupun investasi.

6.    PERMASALAHAN DALAM PENTARIFAN
a.    Berlaku jauh lebih rendah dari biaya pokok nilai ganti.
b.    Beberapa komponen biaya meningkat terlalu cepat atau terjadi kenaikan yang mendadak, seperti kenaikan BBM dan tariff Listrik.
c.    Perubahan nilai mata uang terhadap valuta asing sangat berpengaruh pada biaya penyusutan dan suku cadang.
d.    Masih tingginya tingkat inflasi, akan menyulitkan perhitungan tariff yang dapat bertahan sampai 2 atau 3 tahun mendatang.
e.    Perlu waktu sosialisasi yang cukup untuk memberlakukan tariff baru.

7.    POKO-POKOK PIKIRAN DALAM PENTARIFAN
a.    Analisa Segmentasi Pasar
Apabila segmentasi pasar merupakan analisa kemampuan usaha (daya beli) pelanggan, diffrensiasi maupun pengelompokan pelabuhan

1)    Dasar Analisis
a)    Pengguna jasa kepelabuhanan
Pelanggan utama pelabuhan adalah perusahaan pelayaran dan pemilik barang, yang menuntut  : pelayanan yang berkualitas, biaya jasa pelabuhan yang realistis, ketepatan waktu pelayanan, kualitas pelayanan yang tinggi dengan tidak mengurangi factor keamanan.

(1)  Pelayanan terhadap kapal
Segmentasi pasar didasarkan atas beberapa ukuran sebagai berikut  :
·         Tingkat penyediaan fasilitas;
·         Perioritas pelayanan yang diberikan;
·         Kemampuan usaha (daya beli) pelanggan.
(2)  Pelayanan terhadap barang
Segmentasi pasar didasarkan atas beberapa ukuran sebagai berikut  :
·         Utilisasi fasilitas peralatan;
·         Resiko terhadap kerusakan fasilitas peralatan;
·         Dampak terhadap factor lingkungan;
·         Kemampuan usaha (daya beli) pelanggan.

b)    Kriteria segmentasi pasar
Kriteria segmentasi pasar dikelompokan menjadi 3 (tiga) tingkatan yatitu : tinggi, sedang dan rendah.

c)    Dimensi ukuran segmentasi  :
(1)  Terhadap kapal
(a)  Penyediaan fasilitas
·         Kebutuhan olah gerak kapal (maneuver)
·         Kebutuhan luas pemakaian fasilitas (panjang tambatan)
·         Penggunaan fasilitas peralatan penunjang/tambatan (SBN, fender, kepil, bolder)
·         Kebutuhan konstruksi fasilitas dan kedalaman kolam (mempengaruhi investasi)

(b)  Prioritas pelayanan
·         Penggunaan jenis peralatan B/M (alat berteknologi tinggi)
·         Penggunaan TKBM (profesionalisme pelayanan B/M, penambahan alat bantu/ jumlah gang kerja)
·         Jenis barang yang diangkat (bahan pokok, penumpang, TNI, dll)

(c)  Kemampuan usaha (daya beli) pelanggan
·         Jenis kapal (kapal petikemas, semi petikemas, konvensional, Pelra)
·         Jenis barang yang diangkut (log, curah, bahan pokok, dll)

(2)  Terhadap barang
(a)  Utilisasi faslitas/ peralatan
·         Jenis barang (mudah/ susah penangannya, mengganggu kegiatan BM, dll)
·         Penggunaan peralatan (gancu, skop, sling, jala-jala, dll)

(b)  Dampak terhadap kerusakan fasilitas/ peralatan
·         Jenis/ kemasan (drum, besi bekas, curah, dll)
·         Penggunaan peralatan (forklift, pipa, conveyor, dll)

(c)  Dampak terhadap factor lingkungan
·         Penggunaan alat bantu (alat PMK, alat pencegah polusi, dll)
·         Mengganggu kegiatan operasional dan lingkungan (bau, asap, debu, dll)

(d)  Kemampuan usaha (daya beli) pelanggan
·         Jenis barang (bernilai tinggi/ rendah)
·         Pemilik barang (Bulog, Perdagangan, TNI, dll)
·         Menurut konsumsinya (petani, industry, pedagang, lembaga pendidikan, dll)

2)    Segmentasi pasar pelayanan jasa pelabuhan
a)    Pelanggan Kapal
Ukuran segmentasinya : penyediaan fasilitas, prioritas pelayanan dan kemampuan usaha (daya beli) pelanggan, preferensi pasarnya sebagai berikut  :
(1)  Full container, luar negeri dan alam negeri (tinggi)]
(2)  Semi container, luar negeri dan dalam negeri (sedang)
(3)  Konventional  :
(a)  Curah, luar negeri (tinggi, dalam negeri (sedang)
(b)  Log, dalam negeri (sedang)
(c)  Bahan pokok, luar negeri dan dalam negeri (sedang)
(d)  Penumpang, turis (tinggi(, domestic (sedang)
(e)  Roro, luar negeri (rendah, dalam negeri (sedang)
(f)   Pelra/ Perintis (rendah)

b)    Pelanggan barang
Ukuran segmentasinya : utilisasi fasilitas, resiko terhadap kerusakan fasilitas/ peralatan, dampak terhadap factor lingkungan dan kemampuan usaha (daya beli) pelanggan, preferensi dan segmentasi pasarnya sebagai berikut  :
(1)  Petikemas : impor (tinggi), ekspor & antar pulau (sedang)
(2)  Barang non petikemas :
(a)  Muatan karungan :
·         Barang dan bahan makan kok lain (sedang)
·         Bahan makanan ternak (sedang)
·         Kopra, buah/ biji berminyak dan sejenisnya (tinggi)
·         Pupuk (sedang)
·         Semen dan yang sejenisnya (tinggi)
·         Barang galian (bijian) dan sejenis (tinggi)
·         Kopi, akar obat & bahan rempah-rempah lainnya (sedang)
·         Kacang-kacangan (rendah)
(b)  Barang besi dan baja (tinggi)
(c)  Logam dan batangan lainnya (tinggi)
(d)  Barang-barang perkakas listrik/ elektronik (tinggi)
(e)  Mesin-mesin dan sejenisnya (tinggi)
(f)   Mesin-mesin dan perkakas kantor (sedang)
(g)  Gela kaca, barang dari gelas, barang dari keramik, porselin, isolator dan lain sejenisnya (tinggi) dari pelat gelas, kaca jendela pintu kaca, cermin dan lain sejenisnya (sedang)
(h)  Instrument/ alat optic dan persisi lainnya yang sejenis (tinggi)
(i)    Muatan yang didinginkan dan dibekukan (sedang)
(j)    Kayu (tinggi)
(k)  Muatan dalam drum dan tong : asphalt serta drum kosong (sedang)
(l)    Kenderaan/alat bermotor dan sejenisnya : forklift, crane, crader, scraper, loader, road roller, lokomotif, wagon, kereta api, mobil, truck dan bus (tinggi)
(m) Ikan asing, ikan kering, udang kering dan hasil laut/ perikanan : ikan kering, udang kering serta terasi dan petis (tinggi)
(n)  Fibre seperti kapuk, kapas kartun, woll, pulp, kertas dan lain sejenisnya (tinggi)
(o)  Barang berbahaya dan beracun B.3 (tinggi)
(p)  Barang mengganggu (sedang)
3)    Hewan, dalam negeri dan luar negeri (tinggi)
4)    Penumpang : turis (sedang), domestic (rendah)

b.    Pola penataan system pentarifan
1)    Pentarifan dengan pola “Production Line”. Yaitu pola pentarifan berdasarkan “Line of Business” yang dikaitkan dengan pola standarisasi produktivitas dari masing-masing aktivitas pelayanan jasa kepelabuhanan, meliputi kegiatan secara terus menerus (continues activity), kegiatan secara bertahap/ berkala dan kegiatan antara terus menerus dan bertahap.
Pola tersebut akan membutuhkan  :
a)    Tarif Diferensiasi
Yaitu pola penetapan tariff menurut aktivitas pelayanan dikaitkan dengan segmentasi pasar

b)    Tarif Progresif
Yaitu pola penetapan tariff menurut dimensi waktu

c)    Tariff Reward dan Penalty
Yaitu pola penetapan tariff melalui discount tariff kepada kegiatan yang mencapai target operasi dan tariff penalty kepada pengguna jasa yang tidak mencapai target operasi.

d)    Tarif Paket
Yaitu pola penetapan tariff dengan memberikan kemudahan bagi pengguna jasa melalui pembayarab secara paket kegiatan tertentu.

2)    Formulasi Penyesuaian Tarif secara Berkala
Dalam rangka mengantisipasi semakin tertinggalnya waktu pemberlakuan tariff dengan kenaikan harga-harga secara umum, maka perlu ditetapkan pola penetapan tariff melalui bentuk formulasi yang memperhitungkan kenaikan variable terkait.

3)    Tarif Promosi
Pada kondisi dimana suatu pelabuhan memiliki potensi pertumbuhan pelayanan, namun karena kondisi tertentu, kenaikan throughput tidak sebanding dengan fasilitas yang tersedia, maka dalam rangka optimalisasi fasilitas dan peralatan diperlukan kebijakan penetapan tariff promosi untuk merangsang pengguna jasa menggunakan fasilitas dan peralatan pelabuhan.

4)    Tarif Pelabuhan Cabang dan Tarif Individu
Pada kondisi jenis pelayanan tertentu sering kali memiliki variabilitas yang tinggi untuk masing-masing Cabang Pelabuhan, seperti missal untuk jenis pelayanan air, listrik dan telepon, maka agar besaran tariff dapat terkait dengan biaya eksploitasi yang berlainan, diperlukan kebijakan pentarifan dengan pola tariff pelabuhan Cabang (pemberian otonomi)

Dalam hal suatu pelabuhan memerlukan penetapan tersedniri disbanding pelabuhan lainnya, maka diperlukan pola “individual port tariff”

5)    Terif Kesepakatan
Dimungkinkan adanya tariff berdasarkan kesepakatan dengan mengacu pada tariff pedoman (ketentuan yang berlaku)

6)    Pola Susidi Silang
Posisi saat ini biaya pokok di pelabuhan utama disbanding dengan pelabuhan lainnya lebih kecil disbanding besaran tariff yang berlaku, sehingga sering kali pelabuhan non utama menderita kerugian untuk itu perlu dilakukan pola subsidi silang agar di pelabuhan non utama pola penetapan besaran tariff bisa ditekan lebih rendah disbanding di pelabuhan utama.

8.    PERBADINGAN MEKANISME PENYESUAIAN TARIF DI INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN
a.    Mekanisme Penyesuaian Tarif di Indonesia
Mekanisme penyesuaian tariff jasa kepelabuhanan diawali dari salah satu atau masing-masing PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) mengajukan usulan kepada Menteri Perhubungan dengan dilengkapi alas an-alasan dan usulan besaran tarifnya.  Selanjutnya oleh Menteri Perhubungan akan dilakukan pembahasan-pembahasan yang dilakukan oleh staf Kementrian Perhubungan dengan melibatkan unsure-unsur yang terkait seperti bagian Perencanaan, Bagian TU BUMN, Biro Hukum dan KSLN dengan emngundang unsure Direktorat jenderal Perhubungan Laut dan BUMN yang mengusulkan.

Dasar pertimbangan dalam penetapan tariff adalah biaya pokok per masing-masing kegiatan yang dihitung oleh BUMN yang bersangkutan maupun menggunakan konsultan dalam mengerjakannya.
Dari hasil pembahasan akan dihasilkan rekomendasi besaran tariff dan pengaturannya yang diajukan kepada Menteri Perhubungan untuk mendapatkan persetujuan.  Pada tahap ini kepentingan makro ekonomia= akan ditekankan, sehingga besaran tariff dan waktu pemberlakuan akan dipertimbangkan secara masak-masak.  Jika persetujuan dari Menteri Perhubungan telah turun, akan dilanjutkan dengan pelaksanaan masa sosialisasi kepada pengguna jasa pelabuhan dan selanjutnya baru ditetapkan tanggal pemberlakuan.
Untuk menjamin pelaksanaan kebijakan tersebut dapat berjalan lancer maka dibentuk sebuah tim pemantauan tariff yang akan menampung beberapa permasalahan yang mungkin timbul yang nantinya  dapat dipergunakan sebagai bahan perbaikan system pentarifan di masa mendatang.

b.    Mekanisme Penyesuaian Tarif di Singapura
Oriantasi kebijaksanaan system pentarifan lebih diarahkan pada peningkatan efisiensi biaya dan keefektifan system kerja, sedang untuk merangsang pengguna jasa agar lebih banyak berkunjung, diberikan berbagai macam potongan (discount) tariff.
Tarif jasa pelabuhan ditetapkan oleh penyelenggara pelabuhan dalam hal ini “Port Singapore Authority (PSA)”.  Proses penyesuaian tariff diawali dengan penyusunan proposal yang disertai dengan alas an-alasannya oleh PSA, yang selanjutnya diajuka kepada Menteri Perhubungan Singapore apakah akan disetujui/ ditolak dengan mempertimbangkan aspek perekonomian Negara maupun aspek keuangan Negara. Sebelum diputuskan Menteri Perhubungan akan mengusulkan penyesuaian tariff tersebut pada siding cabinet, umumnya persetujuan tariff dalam bentuk tariff plafond tertinggi dan jika telagh disetujui maka PSA bisa memberlakukan tariff baru.  Disitu PSA dapat menentukan discount tariff yang diberikan kepada pengguna jasa.

Singapore menganut “individual port tariff” yang berarti mengenal adanya pengolongan tariff, sedang struktur tariff terlihat dalam bentuk tariff paket dan jenis tergantung dari system pengenaannya yang ditetapkan berdasarkan tingkat penggunaan fasilitas dan jasa sesuai jenis pelayanannya.

Penetapan tariff di Singapura dilakukan dalam bentuk tariff tetap (fixed tariff).  Oleh karena Singapura mempunyai perekonomian yang stabil, perubahan kenaikan biaya tidak banyak terjadi.  Hal inilah yang menyebabkan tariff yang berlaku dapat bertahan laman.

d)    Mekanisme Penyesuaian Tarif di Malaysia
Kebijaksaan system pentarifan jasa pelabuhan mengacu kepada Undang-Undang tahun 1063 (by Law 1963), yang mana pengaturan dan pemberian persetujuan tariff dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah hanya memberikan persetujuan dalam bentuk tariff plafond tertinggi (ceiling tariff).  Sedangkan penyeleggara pelabuhan berhak menentukan besaran tariff dibawah plafond dan berhak pula memberikan discount tariff kepada pengguna jasa, serta penentuan kebijaksaan pengaturan yang berhubungan dengan pola operasional pelayanan pelabuhan.

Prosedur penyesuaian tariff diawali dengan membentuk tim penyusun usulan penyesuaian tariff yang selanjutnya hasil tim tersebut akan dibahas pada tingkat “Port Concultative Committee”, jika disetujui akan diajukan usulan kepada Menteri Transportasi.  Menteri Transportasi akan membahas kondisi financial, ekonomi nasional dan kondisi social yang memberikan dampak positif dan negative bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Alaysia menganut system “individual port tariff”.  Jenis tariff ditentukan berdasarkan jenis pelayanan yang telah ditetalkan.  Struktur tariff mengenakan tariff paket yaitu berupa potongan tariff, tergambar juga adanya beberapa tingkat tariff dari suatu jenis tariff didasarkan pada system pungutan yang berlaku.

Malaysia menetapkan tariff berdasarkan plafond tariff tinggi.  Dalam hal ini berbarti dalam menentukan besaran tariff telah diperhitungkan perkiraan kenaikan biaya pada satu kurun waktu  tertentu dimasa yang akan datang.  Artinya, untuk 4 tahun mendatang telah dierkiranakan adanya kenaikan biaya.  Oleh sebab itu dalam penetapan tariff telah diperhitungkan kondisi tariff yang dapat bertahan.

e)    Mekanisme Peneysuaian Tarif di Thailand
Kebijaksanaanpentarifan didasarkan pada penetapan tariff maksimum dan minimum yang diarahkan pada kontribusi financial dan untuk kebijaksaan yang dapat mendorong kemandirian pengembangan usaha.  Perhitungan tariff didasarkan pada :basic cost”, pada beberapa jenis tariff diberlakukan system tariff progresif disamping tariff promosi.  Dalam hal-hal tertentu dikenakan tariff Penalty untuk menjaga system kerja yang dapat berjalan dengan lancer.

Prosedur penentuan/ penyesuaian tariff dilakukan oleh PAT dengan Assosiasi Shipping Co mengenai besaran tariff.  Hasilnya disampaikan kepada Menteri Transportasi untuk diteruskan kepada Director General of the Port Authirity of Thailand yang akan membuat keputusan penetapan tariff.

Dalam proses penentuan tariff, Port Authority of Thailand menetapkan tariff sesuai dengan tingkat tariff labuh (light dues) dan tariff tambat (berth hire), penetapan tariff disusun dalam rencana 5 tahun yaitu, tariff yang akan diberlakukan setiap tahunnya dari tahun 1993 samai dengan tahun 1997.  Dalam hal ini dengan adanya penetapan tariff tersebut, berarti juga kenaikan tariff telah diketahui jauh sebelumnya oleh pemakai jasa seperti tariff tambat di dermaga petikemas dan dermaga conventional, setiap tahun akan naik sebesar Baht 0,50 (100 GRT/jam) atau naik 8,2% bila disbanding tariff 1993 dengan tariff tahu 2994.  Tarif jasa labuh pada tahun 1995 akan naik 33% disbanding tariff tahun 1993/1994.  Demikian juga tariff untuk tahun 1997 akan naik 25% dari tariff tahun 1996.

Perencanaan penetapan besaran tariff tersebut telah mempertimbangkan dampak kenaikan biaya, disamping kondisi ekonomi nasional.  Perencanaan tariff demikian dapat disebut sebagai perencanaan yang berorientasi pada makro economi policy.
Selanjutnya perlu ditambahkan disini, bahwa Thailand menganut pola pentarifan ESCAP, dimana jenis tariff ditentukan berdasarkan pelayanan yang diberikan, sedangkan struktur tariff menggunakan tariff paket.


Contoh Perhitungan Biaya Pokok Jasa Labuh
Dalam rangka penetapan besaran Penyesuaian Tarif Jasa Labuh


NO

U R A I A N
BIAYA TETAP
BIAYA VARIABEL
TOTAL BIAYA

1










2










3










4












Biaya Operasi Langsung (BOL)
i.      Biaya Pegawai
j.      Biaya Bahan
k.     Biaya Pemeliharaan
l.      Biaya Penyusutan
m.   Biaya Asuransi
n.     Biaya Sewa
o.    Biaya Administrasi Kantor
p.    Biaya Umum
Jumlah 1

Biaya Operasi Tidak Langsung (BOTL)
i.      Biaya Pegawai
j.      Biaya Bahan
k.     Biaya Pemeliharaan
l.      Biaya Penyusutan
m.   Biaya Asuransi
n.     Biaya Sewa
o.    Biaya Administrasi Kantor
p.    Biaya Umum
Jumlah 2

Biaya Penunjang Operasi
i.      Biaya Pegawai
j.      Biaya Bahan
k.     Biaya Pemelihraan
l.      Biaya Penyusutan
m.   Biaya Asuransi
n.     Biaya Sewa
o.    Biaya Administrasi Kantor
p.    Biaya Umum
Jumlah 3

Biaya Pengelolaan Kantor Pusat
i.      Biaya Pegawai
j.      Biaya Bahan
k.     Biaya Pemelihraan
l.      Biaya Penyusutan
m.   Biaya Asuransi
n.     Biaya Sewa
o.    Biaya Administrasi Kantor
p.    Biaya Umum
Jumlah 4



Rp. 1,103,403,708
   -
    -
- 
-
-
-
-
Rp.  1,103,403,708


Rp. 551,701,854
-
-
- 
-
-
-
-
Rp. 551,701,854


Rp. 331,021,112
-
-
- 
-
-
-
-
Rp.331,021,112


Rp. 220,680,742
-
-
- 
-
-
-
-
Rp. 220,680,742



 -
 -
Rp.  422,659,320
- 
-
-
-
-
Rp.  422,659,320


-
-
Rp. 211,329,660
- 
-
-
-
-
Rp. 211,329,660


-
-
-
- 
-
-
-
-
-


-
-
-
- 
-
-
-
-
-


Rp.  1,103,403,708
-
Rp. 422,659,320
- 
-
-
-
-
Rp.  1,526,063,028


Rp. 551,701,854
-
Rp. 211,329,660
- 
-
-
-
-
Rp. 763,031,514


Rp. 331,021,112
-
-
- 
-
-
-
-
Rp. 331,021,112


Rp. 220,680,742
-
-
- 
-
-
-
-
Rp. 220,680,742




NO
URAIAN
BIAYA TETAP
BIAYA VARIABEL
TOTAL BIAYA

1
2
3
4


Biaya Operasi Langsung (BOL)
Biaya Operasi Tidak langsung (BOTL)
Biaya Penunjang Operasi (BPO)
Biaya Pengelolaan Kantor Pusat (BPKP)

Jumlah 1 s/d 4 --- >  (x)


Rp.     1,103,403,708
Rp.        551,701,854
Rp.       331,021,112
Rp.       220,680,742

Rp.    2,206,807,416


Rp.  422,659,320
Rp.  211,329,660
-
-

Rp.  633,988,980


Rp.  1,526,063,028
Rp.     763,031,514
Rp.     331,021,112
Rp.     220,680,742

Rp.  2,840,796,396

Keterangan :
-      Biaya Pokok (X)        = Rp. 2,840,796,396
-      Produksi (Y)              = 35,757,187 (Jumlah GT Kapal Barang & Penumpang tahun 2010)
-       Biaya Satuan Jasa / Segmen Usaha = (Total Biaya Pokok) + margin 10 %
                                                                                   Produksi
                              = (Rp. 2,840,796,396) + (10 % x Rp.. 2.840.796.396) 
                                                             35,757,187
-       Biaya Satuan Jasa ( Labuh)              = Rp. 79.45 (Dalam Negeri)
                                                           = (Rp. 79,45 x 150%)
                                                               US$. 1 = Rp. 9.000,-
                                                           =  US$. 0.013 (Luar Negeri)